Saya terlalu malas untuk mengutarakan beberapa isi kepala saya dalam bentuk tulisan beberapa waktu ini. Atau mungkin saya kurang berinteraksi dengan orang lain, sehingga saya kekurangan bahan untuk menulis atau berbagi soal hubungan sosial di kehidupan nyata? Entah lah.
Yang pasti sekarang saya sedang ingin menulis isi kepala saya.
Beberapa waktu belakangan ini saya berhubungan dengan orang-orang yang adalah leader, baik dalam lingkup besar maupun dalam lingkup kecil. Mereka ini membuat saya banyak belajar, walaupun saya tetap songong dan nyolot sebagai manusia yang dipimpin. Ha!
Sayangnya, leader yang saya temui kebanyakan bekerja pada bidang yang sama. Itu yang, menurut saya, membuat saya jadi agak berpikiran sempit.
Beberapa cerita dari mereka itu membuat saya juga berpikir.
Dan inilah pemikiran saya.
Pekerjaan sosial yang kita - saya dan para leaders itu lakukan adalah pekerjaan yang sukarela dan non-profit. Kita tidak menerima atau mengambil keuntungan secara materi dari pekerjaan ini. Jadi, adalah suatu keaneham ketika terjadi pembicaraan, lalu dihubung-hubungkan dengan materi yang kita dapat dari pekerjaan ini. Karena kita sama-sama tahu bahwa tidak ada yang mengambil keuntungan pribadi secara materi, mungkin kalaupun ada itu karena mereka khilaf. Ha!
Baiklah. Lupakan itu. Memang kita butuh materi untuk hidup, tapi tidak semua hal harus diukur dengan materi. Respect tidak didapat dari situ. Tapi dari cara kita merespect orang lain juga.
Nah, caranya merespect orang lain adalah dengan berusaha untuk menjadi orang baik, sebisanya untuk tidak melakukan kesalahan, tapiiii kalo sudah terlanjur yaa, apa boleh buat lah.
Dulu memang pernah saya mengira bahwa leader sebaiknya terlihat seperti angel, tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apapun itu. Tapi ternyata itu menimbulkan suatu pemahaman bahwa komunitas yang dibentuk akan berubah menjadi komunitas yang penuh kepalsuan. Dan itu sangat tidak mendidik dan rapuh.
Menurut saya - yang sangat amat tidak berpengalaman dalam urusan keleaderan, justru seorang pemimpin harus menunjukan bahwa mereka juga manusia yang dapat berbuat kesalahan. Bukanlah suatu dosa (asal memang bukan dosa ya) jika a leader do (some) mistakes. Bahkan dengan do mistakes, mereka lebih terlihat sebagai manusia.
Contohnya para fakers adalah mereka melakukan kegiatan yang - sekali lagi, ini hanya menurut saya - ga oke. Mereka seringkali melakukan hal sia-sia yang dicibir banyak orang: menjilat. Permen ato es krim pasti enak kali dijilat. Nah, kalo orang? Ehem, saya ga yakin.
O iya, ada binatang yang sering menjilat juga. Yep! Guguk. Kalo guguk ini punya keperluan sih menjilat, salah satunya membersihkan badan mereka atau mengobati luka mereka. Mungkin itu juga yang dilakukan banyak orang ya. Menjilat untuk membersihkan badan (kotor) mereka dan mengobati luka (batin) mereka. I tell you something ya, guguk aja punya kebiasaan dan hobi yang lebih bagus dari hanya menjilat loh.
Working is not a fake as long as you have a good life.
As a leader - wanna be, good personality and humble is a must.
But it doesn't mean you have to become a fake person. ~GMA
Fake life makes your enemy happy and your friends cry.
Real life makes your enemy respect and your friend happy.
I - as a leader wanna be - rather to do (some) mistakes than have fake life. ~ GMA